Kalian sudah tidak asing lagi dengan uang "500 rupiah" , banyak hal yg sudah kita lakukan/beli dengan uang itu. terkadang jika kita memiliki uang "500 rupiah" itu di saku celana, dompet, atau kantong tas justru kita sering sekali mengacuhkan uang tersebut , karena menurut kita uang itu tidak berguna untuk kita yah. Gue mendapatkan sedikit cerita nyata yang patut untuk kita renungkan tentang seseorang yang memiliki perlakuan beda terhadap uang "500 rupiah" yang mereka miliki. mari kita membaca sedikit tentang cerita kisah nyata tersebut .
Suasana kota tua ramai, tapi ada pemandangan lain yang cukup berbeda pada kunjungan sekitar 1-3 tahun yang lalu, kali ini lebih banyak sepeda-sepeda. Gue coba jalan ke salah satu bapak yang sedang membetulkan sepeda tua, dan mulai mengajaknya ngobrol, pak sudah lama disini, jawabnya “yah sudah sejak tahun 1970, dulu saya ojek sepeda, sekarang saya menyewakan sepeda”. Sekarang lebih rapi yah pak, bapak itu melanjutkan setelah ditangani museum wayang, kawasan kota tua ini cukup rapi, dan banyak kunjungan-kunjungan turis asing dan juga kunjungan anak2 sekolah.
Memang kawasan ini terasa menjadi lokasi tourisme yang masih menyimpan keaslian bangunan-bangunan ini, walau memang sudah berubah fungsi, banyak bangunan ini jadi tempat shooting film dan pemotretan, karena kesan tuanya dan juga kesan seram dan angkernya.
Perut terasa lapar, dan gue mulai mencari makanan yang bisa gue nikmati disini, banyak pilihan, tapi pilihan gue jatuh ke batagor, sepiring batogor 8000 rupiah, ditemani sebotol teh botol sosro. Saat sedang meminum teh botol itu pandangan gue langsung tertuju kepada sepasang pemulung. Si bapak itu mengais tong sampah dan mendapati kaleng minuman, kemudian diminumnya sisa minuman itu, dan diberikan kepada istrinya juga.
Gue duduk di bawah pepohonan sambil mengamati kedua pemulung ini. mereka selalu mencari botol botol bekas minuman, mereka tidak meminta uang kepada para pengunjung kota tua, hanya mencari sisa-sisa botol minuman yang dibuang di tong sampah, atau yang dibuang sembarangan.
Tanpa terduga mereka datang dan mendekat ke gue, dan hendak duduk disamping gue tapi mereka ragu-ragu, karena juga banyak orang yang duduk disitu, melihat itu gue bilang yah duduk disini aja, sesaat mereka duduk di samping gue, bapak-bapak berbaju batik rapi dan ibu-ibu langsung berdiri meninggalkan kami, tinggalah gue dengan kedua pemulung itu, gue tahu para mata sudah tertuju ke arah kami. Karena memang si bapak pemulung ini berbau tak sedap, karena memang dia mengais-ngais tempat sampah dan juga terjun ke dalam genangan air kotor untuk mengumpulkan botol plastik dan kaleng-kaleng minuman.
Gue perhatikan bapak ini, bajunya memang lusuh, dan sandalnya juga berbeda warna, gue menduga ini juga hasil dari temuannya. Hanya topinya saja yang keliatan bagus. “Dari pagi pak?” gue mulai mengajaknya berbicara. “yah pak harus dari pagi ngumpulin ini, juga harus adu cepat dengan pemulung lain” jawabnya. “Terus dapat berapa pak nantinya dari botol-botol ini”, Keingintahuan gue mulai mengalir. “Satu kilo dihargai 500 rupiah” Sambil diperlihatkan kepada gue hasilnya siang itu. Tiba-tiba dia berlari, ke arah monument di tengah kota tua itu, karena dia melihat seorang pengunjung membuang botol plastik ke dalam monument yang tergenang air.
Gue pun mengikutinya dan melihat keadaan ini, sungguh ironis keadaan ini. Satu kilo botol plastik dihargai 500 rupiah. Kata-kata itu masih terngiang, banyak yang bilang kalau uang 500 rupiah tidak ada artinya lagi, tapi dihadapan gue, ada sepasang pemulung yang berusaha mencari 500 rupiah ini dengan susah payah.
Kehadiaran mereka mungkin menjadi pemandangan tersendiri bagi yang memperhatikannya, dan tanpa disadari mereka, mereka juga membersihkan kota tua ini dari sampah yang dibuang sembarangan oleh orang berpindidikan yang belum bisa menerapkan didikannya itu dalam kehidupan mereka.
Tidak mudah memang kehidupan yang mereka hadapi di Jakarta, banyak yang menyalahkan kenapa datang ke Jakarta, banyak yang menyalahkan kenapa tidak sekolah dengan baik, banyak komentar lainnya yang bilang kurang berusaha. Mungkin otak ini sudah penuh dengan kata-kata menggurui, tapi saat gue duduk bersama dan mengobrol bersama, disitu gue hanya merasakan perjuangan hidup mereka berat, mereka tidak menyerah akan hidup yang sedemikian berat. Dan tanpa terasa kisah kehidupan mereka lah yang membuatku mendapatkan pelajaran kehidupan.
NB : Hargai rejeki yang kita dapat, berapapun besar nya gan . Karena kita tidak tahu kapan uang "500 Rupiah" tersebut bisa bermanfaat di lain waktu. dan gunakan uang "500 Rupiah" tersebut dengan sebaik-baik nya.







0 comments:
Posting Komentar